Amalan & DoaArtikel

Kajian Berlian 2: Batasan Laki – Laki & Perempuan Dalam Ranah Jam’iyyah Menurut Ahlussunnah wal jama’ah

Sebuah hal yang wajar ketika banyak kebersamaan serta kerjasama dalam geraknya sebuah organisasi. Hal itu bisa membuat maju dan berkembangnya organisasi itu sendiri. Ketika berbicara mengenai kebersamaan dan pondasi, kadang kala kita tak dapat mengganggu gugat suatu perbedaan dan pondasi.

Contoh ketika keluarga membutuhkan pondasi yaitu seorang suami dan seorang istri, begitu pula dalam ber jamiyyah nahdlatul ulama. hal semacam itu tidak bisa lepas dengan namanya kebersamaan dan tidak bisa dipungkiri pasti terdapat batasan. Ada Nahdlatul ulama ada pula Muslimat, ada Ansor ada pula Fatayat, ada Ipnu pasti ada Ippnu.

Mengenal Kajian Berlian

Kajian BERLIAN 2 (Berbagi Kemuliaan di Bulan Ramadhan ke 2) mengusung tema “Batasan Batasan Antara Laki laki dan Perempuan dalam berjamiyyah menurut Ahlussunnah.“ Pada pertemuan yang kedua ini, pemateri sekaligus narasumber dalam kajian ini disampaikan oleh Ust Kaspul Haromin, M.Pd. Beliau adalah kyai muda dan pimpinan Pondok Pesantren Nahdlatul Falah Pasanggrahan Pacet.

Beliau juga sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM-NU) di PCNU Kabupaten Bandung. Dalam penyampaian materinya mengupas tuntas tentang batasan batasan antara laki laki dan perempuan dalam berjamiyyah nahdlatul ulama khususnya untuk IPNU IPPNU berdasarkan sumber yang konkret.

Baca juga:  Makna dan Hakikat Malam Lailatul Qadar

Dalam kajiannya, beliau mengambil beberapa referensi dari kitab fiqih, agar sesuai dengan fakta dan sumber hukum yang shahih. Narasumber menyampaikan bahwa kajian ini terlihat sangat sederhana, namun berdampak terhadap sebuah organisasi.

“kajian ini sangat penting dilaksanakan karena, Ipnu dan Ippnu digerakan oleh pemuda-pemudi dalam koridor agama. Seharusnya kajian ini bagusnya tidak hanya dilakukan di bulan ramadhan, tetapi juga bisa dikaji di luar bulan ramadhan,“ tutur beliau

Isi Kajian

Dalam isi yang disampaikan beliau, bahwa batasan yang dimaksud adalah mengenai referensi dari fiqih sunah walau bersifat kontemporer. Narasumber mengambil beberapa referensi dari salaf seperti kitab i’anatut thalibin dan nihayatuz zain mengutip dari fiqih Syafii (Fathul Mu’in), apa saja batasan dalam berjamiyah itu?

Batasan yang dibicarakan adalah batasan dalam kegiatan sehari hari. Lantas apa saja batasan yang diperbolehkan dalam kegiatan sehari hari dengan yang bukan mahram, dengan kata lain berinteraksi. Batasan tersebut antara lain ialah sedarah atau senasab, lalu saudara sepersusuan, juga dengan sepernikahan, bersifat perspektif dari fiqih aswaja.

Dalam referensi lain beliau juga menambahkan dalam berjamiyyah, batasan laki laki dan perempuan akan haram ketika melihat dengan syahwat dan mendatangkan khalwat. Hal itu juga tergantung individual dalam menempatkan sesuatu. Apa yang disampaikan narasumber ini bukan pendapat dari beliau sendiri, tapi pendapat dari penulis kitab, serta dirinci oleh referensi antara lain di kitab al-mutanaf fi syafii, ianatthut tholibin, dan nihayatuzzain.

Baca juga: Kultum Ramadhan: Bulan Pendidikan Kesehatan Pola Makan

Pesan

Narasumber juga memberikan tanggapan dalam topik pembahasan kali ini, bahwasanya organisasi pelajar harus lebih berani mengambil sebuah tema yang biasa kita lihat sebagai hal yang wajar, tetapi menurut hukum sangat bertentangan.

“topic bahasan yang ditujukan juga sangat bagus dan menarik untuk anak anak remaja sekarang. Meskipun saling bercampur baur dalam berorganisasi, tetapi disisi lain juga bisa menarik minat pelajar untuk berorganisasi.  Dalam usia belia ini juga pasti ada kontak, baik itu kontak mata atau kontak fisik. Oleh karena itu batasan dalam berjamiyah harus dalam koridor yang sesuai dengan jamiyyah nahdlatul ulama berdasarkan kaidah agama dan fiqih. Sebuah ketakutan ketika hilangnya batasan dalam berjamiyyah (organisasi) antara laki laki dan perempuan itu  kontak yang bukan mahram, terlebih lagi hal-hal yang bisa menimbulkan syahwat.” Pungkas beliau.

Batasan dalam berjamiyyah antara laki-laki dan perempuan harus diperhatikan, baik mahram maupun ghoiru mahram. Karena hal yang dianggap sepele dalam kebersamaan adalah tidak memahami akan batasan.

 

Penulis: Muhammad Syakir

Editor  : Ahmad AY

 .

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *