ArtikelDunia Islam

Kilas Balik: Belajar pada Sejarah Puasa Ramadhan

Puasa merupakan ibadah tertua yang dikenal oleh seluruh umat. Ternyata puasa bukan hanya menjadi ciri khas dari umat muslim. Setiap umat yang beragama menjalankan ibadah puasa meskipun berbeda bentuk, seperti dari pelaksanannya maupun yang lainnya. Seperti yang kita ketahui atau kadang kita sering dengar dari teman kita yang non Islam, mereka juga menjalankan ibadah puasa.

Apa Itu Puasa?

Secara umum puasa diartikan sebagai menahan diri dari makan, minum. Puasa menjadi sarana ibadah yang penting untuk membersihkan hati dari segala penyakit hati salah satunya riya atau pamer. Puasa merupakan salah satu ibadah yang tidak terlihat ketika orang tersebut sedang menjalankan.

Contoh ada dua orang yang duduk bersampingan dalam keadaan tidak makan maupun minum. Kita tidak tahu bahwa orang tersebut sedang berpuasa bisa juga sebaliknya. Kita akan tahu jika memang ada pernyataan yang kuat bahwa dirinya adalah puasa.

Dalam bahasa Arab, puasa berasal dari kata shaum atau shiyam yang artinya menahan. Menahan dari segala sesuatu yang membatalkan. Menahan merupakan bentuk tindakan yang cukup berat, karena kita tidak bisa sepenuhnya menuruti hal yang kita inginkan. Sehingga terkadang sering ketika kita akan memulai puasa, pepeling dari orang tua yang pertama kali adalah ojo sampai marah, bohong, bayangke makanan nanti bisa batal. Ini menjadi pepeling kuat bahwa dalam menjalankan ibadah puasa kita harus bisa sabar dalam menahan setiap nafsu kita.

Perintah Berpuasa

Perintah berpuasa dapat kita baca pada surah Al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ۝١٨٣

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Dalam arti pada surah Al-Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwa diwajibkan puasa atas orang-orang sebelum kalian. Artinya ibadah puasa juga telah menjadi kewajiban umat-umat terdahulu yang menerima wahyu. Menurut al-Qatadah, al-Hasan, dan al-Sya’bi yang dimaksud dengan agama terdahulu adalah agama Nasrani.

Baca juga: Adaptasi Waktu Tidur saat Ramadhan Berdasarkan Thibun Nabawi

Bahkan terlepas dari hal tersebut, secara umum puasa juga telah dilakukan oleh orang-orang sebelum Nasrani, salah satunya adalah Zoroasterianisme. Zoroasterianisme yang dianggap tidak mengenal adanya puasa, ternyata juga memerintahkan puasa paling tidak kepada pendeta-pendetanya.

Sejarah Puasa Masa Rasulullah Saw

Adapun pada masa Rasulullah Saw, puasa Ramadhan baru diwajibkan setelah Rasulullah saw hijrah dari makkah ke Madinah. Dalam riwayat Mu’az bin Jabal dinyatakan bahwa “ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau berpuasa hari Asyura’ dan tiga hari setiap bulan. Puasa asyura sudah sering dilakukan oleh orang Quraisy pada masa jahiliyah.

Pada saat Rasulullah Saw sampai di Madinah, beliau berpuasa pada hari tersebut dan memerintahkan pula kepada para sahabatnya, sampai akhirnya diturunkan perintah untuk melaksanakan kewajiban puasa ramadhan. Dijelaskan oleh Imam Syaukani dalam Fathu al-Qadir, bahwa puasa Ramadhan terdapat tiga tahapan.

Pertama, awalnya para sahabat dapat memilih antara puasa atau membayar fidyah yang setiap harinya berupa makanan untuk satu orang miskin. Sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 183-184. Tetapi hal utama yang harus tetap dijalankan sebisa mungkin adalah puasa.

Hal ini diceritakan oleh Amr bin Murrah bahwa ketika saat itu orang-orang Madinah tidak terbiasa berpuasa, sehingga kewaiban puasa menjadi terasa berat bagi mereka. Sehingga berlaku ketentuan diperbolehkannya membayar fidyah bagi yang tidak berpuasa. Pada awal mulanya ketentuan mengenai ibadah puasa sudah diberlakukan kepada umat Islam secara umum. Namun mengenai bagaimana ketentuan pelaksanaan puasa secara rinci belum dijelaskan hanya masih bersifat mengenai alternatif untuk melaksanakan.

Penjelasan

Penjelasan mengenai diturunkannya kewajiban berpuasa dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 185 dan dijelaskan mengenai orang yang diperbolehkan untuk membayar fidyah pada surah al-Baqarah ayat 183-184. Dalam surah al-Baqarah ayat 185 dijelaskan bahwa wajib bagi orang yang dalam keadaan sehat dan tidak berpergian untuk melaksankan puasa.

Sedangkan diperbolehkan bagi orang yang sakit dan sedang dalam keadaan berpegian untuk tidak berpuasa dulu, namun mengganti dilain bulan Ramadhan. Penjelasan pelaksanaan puasa pada ayat 183-185 surah al-Baqarah masih belum rinci mengenai pelaksanaan puasa. Sehingga turun ayat 187 surah al-Baqarah yang menjelaskan secara rinci mengenai pelaksanaan puasa.

Baca juga: Keistimewaan Bulan Ramadhan

Ada satu cerita menarik yang menjadi asbabunnuzulnya surah al-Baqarah ayat 187, yaitu peristiwa yang menimpa Qais bin Shirmah yang sangat kelelahan setelah bekerja di siang hari. Ketika Qais bin Shirmah pulang di sore hari untuk bekerja, ternyata belum ada hidangan yang bisa untuk dimakan. Sehingga beliau menunggu hidangan untuk buka sambil tertidur.

Kemudian ketika beliau terbangun, beliau sudah tidak diperbolehkan makan lagi. Sementara beliau harus bekerja di siang hari. Karena saking tidak kuatnya, baliau akhirnya pingsan. Hal ini dikarenakan dalam ayat sebelumnya tatacara puasa dijelaskan bahwa puasa itu tidak boleh makan dan minum dan mengumpuli istri sampai waktu telah isya atau setelah tidur. Sehingga ketika seseorang sudah tertidur, tidak diperbolehkan untuk  makan atau mengumpuli istri sampai hari berikutnya.

Sehingga turun ayat 187 surah al-Baqarah yang menjelaskan mengenai pelaksanaan puasa secara rinci. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa mereka diperbolehkan makan, minum dan mengumpuli istri pada malam hari bulan Ramadan sampai terbit fajar shadiq.

 

Penulis: Yusni Diana Sufi

Editor  : Ahmad AY

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *