ArtikelDunia Islam

Apa saja Sunnah-sunnah Puasa?

Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana kebaikan yang dilakukan di dalamnya akan dilipatgandakan, sehingga umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak melakukan kebaikan. Diantaranya dengan menjalankan sunnah-sunnah dalam berpuasa.

Dalam kitab Mukhtashor abi suja’ atau biasa disebut ringkasan Taqrib, terdapat 3 kesunahan yang dapat dilakukan dalam menjalankan puasa. Meskipun dalam pendapat lain terdapat banyak kesunahan-kesunahan yang dapat dilakukan. Ketiga sunnah puasa tersebut yakni,

Menyegerakan Berbuka

Hikmah dalam kesunahan ialah memiliki ketaatan terhadap waktu yang ditentukan dalam berpuasa. Ketika kita dilarang untuk makan, maka janganlah makan. Waktunya berbuka, maka berbukalah. Ketika menunda berbuka, tidak haram namun juga tidak mendapatkan kesunahan.

Adapun jika berpuasa tanpa berbuka yakni diteruskan sampai puasa esok tanpa buka dan sahur, para ulama’ berpendapat bahwa itu tidak diperbolehkan. Berbuka dianjurkan dengan sesuatu yang ringan dan manis, seperti air mineral dan kurma.

Mengakhirkan Sahur

Menjalankan sahur sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Setidaknya dengan segelas air putih. Disunnahkan mengakhirkan sahur dengan catatan berhati-hati akan terbitnya fajar atau masuknya waktu subuh.

Baca juga: Batalkah Puasa karena Terluka dan Berdarah?

Adapun di Indonesia sendiri, sering digaungkan dengan adanya waktu Imsak. Pada waktu tersebut masih diperbolehkan makan dan minum. Makna imsak sendiri yakni waktu yang digunakan untuk menahan diri dari makan dan minum, sekaligus waktu yang digunakan untuk membersihkan diri, khususnya mulut dari makanan sebagai persiapan diri untuk menjalankan puasa.

Sunnah menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur pun tercantum dalam kitab Fathul barri dengan redaksi sebagai berikut,

كَانَ أَصْحَاب مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ ، إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُمْ سُحُورًا

“Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling cepat dalam berbuka puasa dan paling lambat dalam makan sahur.” (Fathul Bari, 4: 199, dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad shahih kata Ibnu Hajar).

Meninggalkan Berbicara yang Kotor

Diantara berbicara yang kotor ialah bergunjing, ghibah, mengumpat dan semacanya. Hukum asal berbicara kotor adalah haram. Ditinjau dari sisi puasa, jika berbicara kotor dalam keadaan berpuasa maka hukum puasanya menjadi makruh. Hukum makruh tidak sampai membatalkan puasa, namun dapat merusak pahala dari puasa itu sendiri.

Baca juga: Kilas Balik: Belajar pada Sejarah Puasa Ramadhan

Rasulullah SAW bersabda dalam hadist berikut,

“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga. (HR. Thabrani).

Hadis di atas menegaskan bahwa Islam mencela orang yang berpuasa, tapi tetap melakukan maksiat dan dosa. Kendati puasa tidak batal dan kewajiban gugur, pahala untuk ibadah ini akan tergerus habis.

Penulis: Eva Nur Fadhilah

Editor: Fani Azfar

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *