ArtikelOpini

Toleransi: Cara Nabi Menghormati Jenazah

Indonesia merupakan negara yang masyhur dengan kebaragamannya. Mulai dari suku, budaya, ras, bahasa dan agama. Kehidupan di negara ini biasa disebut dengan kehidupan yang majemuk. Setiap orang atau masyarakat hidup menyatu dengan perbedaan.

Adanya perbedaan ini bukan sebuah masalah atau sebab timbulnya masalah. Perbedaan seyogyanya menjadi anugerah untuk dirayakan, disyukuri dan dinikmati. Karena dalam perbedaan kita akan menemukan keindahan. Dan setiap orang pasti mendambakan kehidupan yang harmoni dan damai meskipun hidup di lingkungan yang penuh dengan ketidaksamaan.

Kehidupan yang kita jalani di Indonesia tak akan lepas dari perbedaan. Hal penting dilakukan ketika menyaksikan fenomena ini adalah berusaha untuk saling menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang ada.

Sumber Hukum Perbedaan di Indonesia

Pemerintah negara Indonesia mengupayakan minimnya konflik akibat perbedaan dengan membentuk undang-undang tentang penghapusan deskriminasi ras dan etnis.

Dapat dilihat dalam Undang-undang nomor 40 tahun 2008 pada bab 2 pasal 3, yang berbunyi:

“Penghapusan diskriminasi ras dan etnis bertujuan mewujudkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.”

Dari teks undang-undang di atas, sedikit banyak telah menggambarkan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk menjaga kehidupan harmonis, dimana mengedepankan tujuan hidup rukun dan damai.

Baca juga: Menggeliatkan Kesalehan Beragama dalam Masyarakat Indonesia

Peran Setiap Individu

Untuk mewujudkan hal ini, tidak cukup hanya pemerintah saja, peran yang paling berpengaruh adalah dari warga atau masyarakat. Dari masyarakat luas ke masyarakat yang lebih kecil, lebih kecil lagi sampai keluarga, dari keluarga sampai setiap individu atau diri kita sendiri.

Dimulai dari diri sendiri lah pijakan awal kehidupan yang damai dan harmoni. Bagaimana cara kita hidup berdampingan dengan orang lain yang tak sama dengan kita. Bagaimana cara kita menghormati dan menghargai tetangga yang berbeda agama atau etnis.

Setelah dari diri kita sendiri kesadaran itu dibangun, perlahan akan menyebar luas. Mustahil kita mendambakan hidup damai di dalam masyarakat yang majemuk tanpa melakukan tindakan nyata dari diri sendiri.

Dalam suatu masyarakat beragama, kita dituntut menjalankan riutal secara vertikal dan horizontal. Ritual secara vertikal adalah bentuk sembahyang kepada Tuhan, sedangkan ritual secara horizontal adalah bentuk aktualisasi dari sembahyang kepada Tuhan, yakni, bagaimana seseorang bergaul dan berperilaku kepada sesama makhluk Tuhan.

Tentu agama tak menganjurkan pemeluknya untuk melakukan kejahatan ataupun keburukan, karena semua agama di Indonesia pasti mengajarkan kebaikan.

Namun, tragedi atas nama Tuhan atau agama, seperti bom bunuh diri (tindakan terorisme), perusakan tempat ibadah, kekerasan terhadap golongan/ajaran lain, dan lain sebagainya belum bisa dielakkan.

Apakah dari undang-undang saja belum cukup? Atau ada faktor lain yang menyebabkan sikap intoleran lebih dominan? Sebagai hamba yang taat beragama seharusnya lebih sadar dan dapat memberi contoh kepada khalayak luas bagaimana pentingnya toleransi.

Baca juga: Belajar Toleransi Ala Rasulullah Saw

Hadis Nabi Tentang Toleransi

Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan umatnya untuk menghormati dan menghargai sesama, tanpa melepaskan prinsip atau keyakinan masing-masing. Mari kita cermati hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

صحيح البخاري ١٢٢٨: حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ فَضَالَةَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ مِقْسَمٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَرَّ بِنَا جَنَازَةٌ فَقَامَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقُمْنَا بِهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهَا جِنَازَةُ يَهُودِيٍّ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ الْجِنَازَةَ فَقُومُوا

Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari ‘Ubaidullah bin Muqsim dari Jabir bin ‘Abdullah radliyallahu ‘anhuma berkata: Suatu hari jenazah pernah lewat di hadapan kami maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri menghormatinya dan kami pun ikut berdiri. Lalu kami tanyakan: “Wahai Rasulullah, jenazah itu adalah seorang Yahudi”. Maka Beliau berkata: “Jika kalian melihat jenazah maka berdirilah”. Shahih Bukhari 1228.

Dari hadis di atas kita dapat mengambil pelajaran, bagaimana Rosulullah SAW memberikan contoh pada kita semua cara menghormati dan menghargai orang lain. Kutipan hadis di atas pun mengajarkan pada kita cara menghormati jenazah, dalam arti, jenazah baik apapun agamanya layak dihormati.

Jenazah juga sama seperti kita, manusia. Dan, cara yang tepat untuk memuliakan manusia pada akhir hayatnya adalah menghormati jenazahnya dengan turut membantu pemakamannya.

Penulis: Khayan Ali Shibi – Mahasiswa Ilmu Hadis UIN SATU Tulungagung. Suka dengan karya sastra dan kajian teologi. Alamat domisili Ds. Wonorejo, Kec. Sumbergempol, Kab. Tulungagung.

Bisa hubungi saya melalui media sosial; FB: Aliena Shibi, IG: @alienashibi_ atau bisa langsung kontak email: khayanali634@gmail.com

Editor: Musa Al Kahfi

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *